#REHHAT [1] - [6] Respawn

Tuhan itu terdiam untuk beberapa saat.

Aku tidak tahu, sekarang, Dia Yang Maha Kuasa itu sedang memikirkan apa.

Dengan tenang, aku hanya memandang lurus ke depan layaknya seseorang yang tak mempedulikan apa pun.

“Jadi, Pope ...” lalu Dia akhirnya berbicara padaku, “Bagaimana jika Kami bisa mempertemukan dirimu lagi dengan wanitamu?”

Aku terdiam, mengerutkan kening dan malah curiga.

“Dengan kata lain ...”

Tuhan itu seperti sedang tersenyum padaku saat aku mengatakan itu.

“Ya. Pope ... Kami bisa mengirimmu kembali ke Daratan Surga.”

Aku melebarkan mataku, terkejut.

Jujur, entah mengapa aku sudah mengetahui Dia akan mengatakan itu. Namun hal ini malah semakin membuat kecurigaanku terhadapNya membesar.

“Hanya dengan cuma-cuma?”

“Tentu tidak, Pope.”

Ya. Sudah kuduga pasti akan seperti ini. Tidak ada makanan gratis bahkan di Daratan Aneh ini pun.

“Untuk itu ... Kami akan memberimu 3 Permintaan untuk membantumu,” papar Tuhan itu.

Aku mengerutkan keningku. “Tiga Permintaan? Untuk membantu akan hal apa?”

“Untuk melenyapkan ketujuh pahlawan di Daratan Surga,” perintah Tuhan untukku.

Aku merasa heran. “Tapi mereka semua sudah―"

“Dan menghilangkan rasa dendam terdalammu,” lanjutNya.

Dendam? Aku sama sekali tidak dendam ke mereka semua―dan―apa itu dendam? Aku hanya tahu definisinya saja dari wanitaku.

Aku ... tidak pernah merasakan rasa dendam terhadap siapa dan apa pun, pikirku, lalu bertanya padaNya, “Aku merasa baik-baik saja bila dimusuhi oleh seluruh Anak Diberkati Tuhan, jadi, bagaimana Kamu bisa berkata bahwa aku dendam ke mereka semua?”

“Hahaha!” Tuhan itu malah tertawa. “Kami sebelumnya sudah berkata, bukan, Pope: Kami mengetahui segalanya.”

Pikiran dan perasaanku juga? Aku mengerutkan keningku.

“Bagaimana?” desak Tuhan padaku, “Permintaan apa yang kau inginkan? Pikirkan-lah baik-baik, Pope. Kami hanya memberimu ‘3 Permintaan’.”

“Sebelum itu,” potongku, “Bagaimana caraMu mengirimku ke Daratan Surga lagi? Tubuhku telah hancur sepenuhnya.”

“Hahahaha!” tawa Tuhan itu menggelegar di sekitarku, “Kamu sudah mengetahui kekuatan ini, Pope.”

Namun, aku tetap tenang menatapNya―lebih tepatnya―aku menatap tenang ke depan.

“Kekuatan yang tidak kamu dan kaummu miliki.”

Respawn? Aku langsung bisa menebaknya.

“Ya! The Power of Respawn.”

Mendengar ini, aku menjadi sangat tertarik. Aku menyentuh dagu, menimbang-nimbang hal ini dengan sangat serius.

“Jadi, 3 Permintaan apa saja yang kau inginkan, Pope?”

“Aku hanya perlu melenyapkan 7 Pahlawan Nasional di berbagai penjuru Negara Adidaya, kan?”

“Ya. Lenyapkan mereka semua, sebelum mereka mencapai kekuatan puncaknya.”

Tepat di hadapanku, Dia mengeluarkan dan menyusun Sistem Bilangan Biner berwarna merah darah beserta angka-angka dan huruf serta tanda-tanda yang sama sekali tidak kuketahui.

Sosok itu sepertinya tersenyum, menatapku, dan menunggu jawabanku.

“Dari tiga Permintaan itu,” tegasku, “Aku ingin 100 Permintaan Lagi ...!!”

“Apa itu yang benar-benar yang kamu inginkan, Pope?” tanya Tuhan, memastikan jawabanku seraya terkekeh santai.

Dia Yang Maha Kuasa terdiam sejenak, meredakan gelak tawaNya.

"Hahahaha! Kamu benar-benar menginginkan 100 Permintaan Tambahan lagi?!" desak Tuhan itu padaku, sepertinya Dia benar-benar terkejut, "Kami akan menemuimu 100 hari dari sekarang, kalau begitu!"

“Apa―" Tidak memberiku waktu untuk terkejut, Dia bersiap untuk memasukkan mereka semua ke dalam kepalaku. Angka Sistem Bilangan Biner, huruf-huruf beserta tanda-tanda yang telah Dia persiapkan tiba-tiba terbang ke arahku.

Ia semua langsung terbang ke sekitarku dan mengitariku, lalu masuk ke dalam kepalaku dengan sangat cepat, sampai ke dalam inti kesadaranku.

"Kami akan menghidupkan kamu kembali, jadi, bersiaplah, Pope,” ujarnya.

Dan pada saat Dia berujar seperti itu, tubuhku mengeluarkan cahaya putih terang yang menjulang tinggi ke atas.

Ini, kah, rasanya: ‘Respawn’? Layaknya para Anak Diberkahi Tuhan lainnya?! Itulah yang kupikirkan saat merasakan sensasi yang tak pernah kurasakan sebelumnya:

The Power of Respawn

Ini adalah kekuatan yang hanya dimiliki oleh para Anak Diberkati Tuhan.

Sebenarnya, kekuatan tersebut sangat misterius.

Namun, benarkah aku bisa menggunakannya sekarang?

Inti kesadaranku mulai mencerna semua hal tentang kekuatan ini. Kekuatan yang pada intinya hanyalah siklus hidup dan mati seseorang.

Di tengah-tengah balutan cahaya putih transparan yang menyelimuti tubuhku, aku tetap tenang menatap ke depan.

“Apa aku harus berterimakasih padaMu, Ya Tuhan?” tanyaku, pada akhirnya menyebut namaNya.

Saat aku menanyakan itu, Dia akhirnya menampakkan dirinya tepat di hadapanku, dan tersenyum tipis padaku.

Dan aku sedikit menyatukan alis, sama sekali tidak membalas senyumanNya.

Wajahnya tertutupi cahaya putih transparan yang mengitari seluruh tubuhku, jadi, aku tidak bisa melihatnya dengan cukup jelas.

Dan kemudian aku pun lenyap dari hadapanNya.

Aku tiba-tiba berada di tengah rindangnya pepohonan. Udara sejuk yang sangat tak asing ini, langsung menenangkanku.

Dan dengan sempoyongan, aku berjalan di daerah yang sangat kukenal.

Jadi ... Dia hanya mengirimkan kesadaranku saja, demikian pikirku, menyadari sesuatu.

Ini adalah tempat di mana aku lahir; Tempat di mana semuanya dimulai.

Melewati jalan setapak yang cukup sempit, aku melihat petakan ladang di kanan-kiriku dan terus berjalan ke depan.

Ladang-ladang dengan pembatas berwarna biru yang melayang di atasnya. Berbagai huruf melayang di tengah ladang, menandakan apa yang akan diciptakan dari ladang tersebut.

Village.0

Setelah aku berjalan keluar dari Area Ladang, aku melihat tulisan tersebut di atas langit―ia menandakan wilayah pedesaan di mana aku tinggal.

Saat aku berjalan memasuki pemukiman desa, bayangan Tuhan itu sedang tersenyum padaku dan terdapat Asap Hitam di sudut bibirnya membuat aku sedikit memicingkan mataku.

Tidak ada makan siang gratis di Daratan Surga ini. Itu yang sangat kupercaya setelah hidup selama 132 Tahun.

Hidup selama 132 Tahun membuatku mengetahui berbagai hal tentang Daratan Surga. Aku tahu bahwa Negara – Negara Adidaya di Daratan Surga ini biasanya berbentuk kawah dengan berbagai Village terletak di wilayah tepi tebingnya, mengitari daerah produksi dan sebuah kota sebagai pusatnya.

Menoleh ke belakang, aku melihat tebing tinggi melintasi hutan yang mengitari Negara Adidaya, tempat Village.0 ini serta desa-desa lainnya berada.

Di atas tebing sana merupakan Daratan Dungeon sebagai perbatasan antara Negara Adidaya serta Negara – Negara di sekitarnya.

Ya. Village.0 merupakan salah satu dari Desa Pinggiran Distrik di Negara Adidaya Daratan Surga. Di mana Desa – Desa lain juga mengitari sisi tebing itu.

Aku tahu dan masih mengingat semua itu dengan sangat jelas, demikian pikirku. “Walau aku di-Respawn-kan olehNya menjadi seorang remaja.”

Dari awal aku Respawn, pandanganku memang sedikit terasa aneh. Ia terasa sedikit lebih memendek namun lebih jelas.

Di tengah-tengah pemukiman, aku melihat seorang Pak Tua yang sedang mencangkul tanah. Walau petakan tanah di ladang itu sangat gersang.

Pemandangan di hadapanku ini memang sangat aneh, di mana seorang kakek-kakek sedang mencangkul di tengah-tengah wilayah pemukiman Village.0.

Gerobak kayu tua serta deretan rumah-rumah di sekitarnya seperti mengabaikan Pak Tua itu. Namun, aku sangat mengenal siapa Pak Tua ini. Dan aku pun mendekatinya.

“Hai, Kek?”***

Komentar