#REHHAT [1] - [10] Recontruction

Karena melihat seorang Anggota Korporat Kota Industri mendekat ke arah kami, anomali Anak Diberkati Tuhan itu tiba-tiba kembali ke gorong-gorong.

Ya. Ini adalah CityF.0―merupakan kota kecil yang terhubung dengan Village.0.

“Kita sampai di kota?” gumam Mo membetulkan kacamatanya. Dia terkejut saat melihat sekitarnya.

Aku mengangguk, lalu seolah memperhatikan sekitar seperti dirinya. “Ya. Ini menakjubkan, bukan.”

Ya. Ini benar-benar sebuah kota yang hanya selalu mereka―para remaja ini dengar sebagai cerita dan melihatnya di sebuah foto bergambar.

Kedua remaja itu tertegun kagum saat memperhatikan sekitar mereka. Kota yang cukup indah dengan bangunan-bangunan pabrik metal, kaca, seng serta lampu-lampu menerangi jalan di sana-sini.

“Ya,” tambah Ro, mengangguk setuju, “Ini lebih hebat dari gambar dan cerita orang-orang.”

Sangat jauh berbeda dengan Village.0 di mana mereka dibesarkan.

“Kenapa kalian keluar dari saluran irigasi kota?” tanya Anggota Korporat yang mendekat ke arah kami, “Apa tadi itu orang dari Sekte Sesat?”

Anggota Korporat ini sepertinya melihat anomali yang mengejar kami tadi.

“Sekte Sesat?” tanya Ro dan Mo, serempak kebingungan, “Apa itu?”

Mereka berdua memang sama sekali tidak tahu tentang keberadaan Sekte Sesat—tetapi aku tahu mereka adalah salah satu organisasi yang menopang para anomali itu.

Aku pun memasang ekspresi tidak tahu tentang Sekte Sesat—sama seperti mereka berdua.

Ro menjelaskan ke Anggota Korporat CityF.0 ini tentang kejadian di gorong-gorong, dan bagaimana kami bertiga berhasil lolos dari anomali itu.

“Oke. Saya juga mendengar ada pembantaian di desa—untunglah kalau kalian selamat,” kata Anggota Korporat itu. “Ayo kita ke tempat pengungsian—tapi saya akan melapor terlebih dulu. Tunggu di pos jaga itu.”

Kami bertiga pun terus mengikuti instruksinya dengan baik; dan sampai di tempat pengungsian dengan aman.

CityF.0

Di setiap pinggiran kota industri pasti terdapat sebuah aula besar—sebuah gudang lebih tepatnya.

Aku, Ro, serta si Mo langsung diperintahkan untuk memasukinya. Tempat ini berada tepat di perbatasan antara CityF.0 dengan CityF.1.

Baru saja memasuki aula, kami langsung disuguhkan pemandangan yang sangat menyedihkan.

Melihat pemandangan ini untuk yang ke-2 kalinya, aku merasakan rasa yang sangat aneh di dadaku―ia tiba-tiba terasa sesak sampai ke ulu-hatiku. Sangat berbeda dengan waktu di kehidupanku yang sebelumnya.

“Kau kenapa, Pope?”

Ro dan Mo bertanya seperti itu padaku dengan ekspresi dingin nan datar. Mereka berdua mungkin bertanya karena melihat sedikit perubahan di wajahku—apalagi si Mo, yang sangat jeli dalam hal apa pun.

Ya. Dulu juga aku seperti mereka—aku sangat mengingatnya dengan jelas: Dingin dan apatis (sebuah kata yang kutahu dari wanita-ku—Dewi-ku), itulah aku yang dulu.

Dan lagi, hal yang sangat tidak ingin kulihat sekarang berada tepat di hadapanku.

Ayahku. Jhone. Sedang berdiri di sudut aula mengenakan jaket kulit hitam—yang entah ia dapat dari mana.

Ini mulai menjadi sangat aneh sekarang, saat melihat orang tua itu sedang berbincang ringan dengan pengungsi lain.

“Tidak,” dalihku, “Aku hanya melihat ayahku di sini.”

“Benarkah?” sidik Mo, melihat sekitarnya, “Mana dia?”

“Lupakan dia ...” Aku berbalik begitu saja. “Ayo ke kita mengambil ‘byte’.”

“”byte’?” tanya Mo, dan si Ro juga, “Apa itu?”

Aku terdiam sejenak, lalu menoleh ke arah mereka.

“Kalian tidak pernah membaca—atau mendengar dari seseorang?” dalihku, sekali lagi mempertahankan sikap dinginku.

“...” Kedua remaja di hadapanku terdiam, menatapku.

Aku lanjut berjalan. “Ayo. Kita tanyakan saja ke Penjaga Penginapan itu.”

Kami semua melihat antrean cukup panjang, dengan konter di sudut aula besar ini adalah tujuan antrean tersebut. Dan kemudian, kami bertiga pun mendapatkan masing-masing 3 buah lempengan pentagon sebesar koin emas.

“Ini,” jelasku, “adalah ‘byte’ yang kumaksud.”

“Ya.” Ro mengangguk, kagum, “Aku baru ingat benda ini sangat mahal.”

“Sungguh beruntung kita mendapatkan ‘byte’ di sini—tapi kenapa Korporat.1 memberikan benda se-berharga ini ke kita begitu saja?” papar Mo, curiga.

Karena kita semua akan dikorbankan untuk menjadi perisai daging pada saat pertarungan pertahanan terakhir, pikirku, menatap mereka berdua dengan acuh, “Kita akan dikirim ke medan perang—para pengungsi, maksudku.”

“Apa?” sahut Ro.

“Seperti itulah ...” balasku, dengan dingin. “1 Potongan Energy ini bisa kita gunakan untuk bertahan hidup selama 7 hari, ngomong-ngomong.”

“Hanya satu minggu?” tanya Mo.

Aku mengangguk.

Itu juga kalau kita semua tidak perlu bertarung, pikirku lagi. “Ya. 1 minggu.”

Aku mengerutkan kening dengan dalam saat melihat 3 keping pentagon di tanganku.

Menggunakan sisa 0,3 Energy untuk bertarung melawan Sekte Sesat, pikirku, menggeleng, “Untuk kita yang sekarang tidak akan cukup.”

Ro bertanya, “Pentagon ini seperti ‘nut.0’ yang kita ciptakan di ladang Village.0, bukan?”

“Hampir sama,” jawabku, mengangguk.

Sampai di suatu tempat pengungsian ini, aku bersandar di dinding—dan—tepat di sampingku ini adalah ayahku yang sedang berbincang dengan pengungsi lain.

Memandang kepingan pentagon biru di tanganku sekali lagi, aku merasa sangat aneh—ini—perasaan puas setelah bertemu seseorang.

Apa itu namanya?

Aku tahu dia selamat tapi di kehidupanku sebelumnya, tetapi dulu aku tidak melihatnya di sini. Dia telah terlebih dulu pergi ke Town.1 saat aku baru sampai di penampungan ini.

Aku harus sangat waspada sekarang—karena masa depan pada akhirnya benar-benar akan berbeda, demikian pikirku. Kalau tidak salah—biasanya para Anak Diberkati Tuhan menyebut kepingan pentagon biru ini adalah ‘makanan’ kami, huh.

Mengenang masa lalu seperti ini pun selalu membuat dadaku terasa aneh.

“Jadi,” tanya Mo padaku, “Apa yang akan kita—para pengungsi di sini lakukan?”

Aku tidak tahu kenapa si Mo bisa bertanya seperti itu padaku. Memandangnya tanpa ekspresi sejenak, dan berkata, “Entahlah,” lalu aku pun menunduk lagi.

Meski aku berkata dengan acuh tak acuh seperti itu, aku tahu bahwa para pengungsi nanti akan dipindahkan ke CityF.5, dan di sana pula tempat salah satu rekanku mati.

Dan lebih parahnya lagi, di sana adalah tempat di mana si Mo mengalami cedera parah, yang akan menghambatnya untuk menjadi seorang Master Crusemancer.

Sekte Sesat akan menyerbu CityF.5 dengan sangat ganas dan meluluh lantahkannya, namun yang kupikirkan hanyalah bagaimana cara aku melarikan diri insiden besar ini? Dan aku pun harus menyelamatkan ketiga calon rekanku ini serta seseorang di CityF.5.

“Apakah takdir seseorang bisa kurubah?”

“Tadir?”

Mo dan Ro—yang baru saja kembali mendengar gumamanku.

Aku menggeleng.

“Tida—“

“Kau bertingkah aneh dari tadi—kau tahu,” ungkap Mo.

Aku menatap mereka berdua dengan tatapan dingin seperti biasa—namun bodohnya aku tidak bisa menghentikan kerutan kening di dahiku.

“Aku ...”

Aku bingung harus menjawab pernyataan si Mo seperti apa.

“Aku tidak bisa membicarakan ini, untuk saat ini—maaf.”

Kedua remaja itu menatap diriku dengan tatapan dan ekspresi yang sama.

“Oke.”

Mereka berdua mengangguk dan menjawab dengan serempak. Sedangkan aku—untuk ke depannya—harus terus mempertahankan sikap se-rendah mungkin.

Jangan sampai terlalu menonjol di party maupun team yang kubentuk nanti, pikirku, merencanakan semua rencana untukku kelak.

Party dan Team yang akan kubuat nanti memang memiliki anggota yang berkeperibadian dan idealisme sangat berbeda—jadi—jangan sampai hal itu menjadi penyebab perpecahan untuk kami.

Selama hidup 132 tahun, aku tidak pernah memiliki team atau party karena mereka ini. Tidak ada yang sebaik mereka dalam hal koordinasi dan kekuatan walau kami bertarung bersama memang sangat singkat.

Dan mengapa aku bisa terpojok di puncak Tower Energy saat itu karena rekan-rekan ku ini pergi, meninggalkanku.

Ya. Aku tidak bisa mengatakan apa-apa jika itu adalah kematian—yang sangat mendadak dan tak terduga. Tapi jika itu hanya perdebatan semata ...

Aku melihat salah satu Penjaga Pengungsian ini mulai menaiki sebuah panggung di tepi aula.

“Ayo kita dengarkan instruksinya,” ajak Ro.

Seperti yang kuduga, kita—para pengungsi akan dipindahkan ke CityF.5.

Pengawal Pengungsian ini berkata bahwa Anggota Korporat Utama mulai kewalahan melawan ganasnya Sekte Sesat, jadi, kami semua para pengungsi akan dipindahkan ke Kota Pabrik Utama—perbatasan antara kota industri dengan wilayah hiburan.

Aku bisa membayangkan orang-orang di CityF.5 sana—serta wilayah hiburan—pasti sedang sangat panik karena insiden ini.

Mereka pasti ingin pergi ke pusat kota walau harta, keluarga, atau diri mereka sendiri pun yang akan jadi bayarannya—diberikan ke salah satu korporat Negeri Adidaya ini.

Itu tidak bisa kubiarkan terjadi pada rekan-rekanku, demikian pikirku.

Jangan sampai para Anggota Party-ku kelak nanti mengorbankan dirinya sendiri hanya untuk melewati gerbang perbatasan suatu wilayahkarena itu akan sangat fatal untuk peningkatan kemampuan mereka nanti.

“Hei,” ajakku ke mereka berdua, “Mau kabur dari pengungsian ini—dan meningkatkan kemampuan bertarung kalian untuk bertahan hidup?”

Aku sudah merencanakan ini sejak si Tuhan itu memberiku Skill Respawn.

“Kabur?”

“Ke mana?”

Sebagai tahap awal, aku akan membenahi kemampuan mereka, lalu bersama memasuki Perguruan U’Bad Art bersama-sama.

Aku menatap gerbang aula yang mulai terbuka, yang menandakan dimulainya pemindahan para pengungsi gelombang pertama.

“Wilayah Netral.”***

Komentar