#REHHAT [1] -[4] Sub Missions 1

“Argh ...!!!” geram seorang Pria Gumpal di hadapan layar LCD Transparan yang melayang di udara, “Sial. Aku gagal lagi.”

Dia memukul permukaan meja metal di hadapannya dan layar tersebut langsung mati begitu saja. Walaupun terbuat dari metal, orang itu memukulnya dengan sangat kuat tanpa merasakan rasa sakit sedikitpun.

“Game Kuno ini sangat membosankan,” gerutunya, mengeluarkan sepuntung rokok dan menyalakannya. “Aku sangat menginginkan Flag Onee San itu!”

Kaos putih polosnya mencerminkan dirinya layak untuk menjadi seorang NeeT Sejati pada umumnya. Namun, Kamar Apartemen miliknya bisa dibilang mewah nan luas.

Bagaimana cara nge-Flag untuk mendapatkan wanita itu? Aku sudah mencari Flag – Flag lain tapi hanya ini saja yang sangat susah, sial, demikian pikirnya. Dia terus menggerutu hebat dalam hatinya dan mulai malas untuk bermain gim di hadapannya lagi.

Pada akhirnya dia menghisap rokok seraya melihat sebuah Portal Terminal Berita.

Korporat ini-lah, korporat itu-lah! Pada akhirnya mereka semua hanya-lah pelanggan setiaku, cibirnya dalam hati.

Pria Gumpal itu menaikkan sudut bibirnya, lalu melemparkan tubuh besarnya ke kasur di sudut ruangan.

Sebuah ruangan di suatu Apartemen Distrik Negara Bagian Barat yang dibelinya secara tunai. Walau dia terlihat layaknya NeeT pada umumnya, tetapi dia masih bisa hidup mewah seperti itu memang sangat aneh.

Tidur terlelap di atas kasur kotor dan kumal layaknya seekor boar, dia terbangun oleh alarm jam dengan suara gadis yang terus berulang-ulang seperti: “Okutan dayo ~ “

“Ugh,” keluhnya seraya bangkit dari tidur panjangnya, “Aku harus memberi mereka makan, ya ....”

Pria Gumpal itu pergi ke dapur dan mengambil sebuah panci besar. Dia pun memasukkan bahan makanan secara acak dari dalam kulkas besarnya.

“Tu-tu-tu-tu-tu ~ ”

Bersenandung ria di ruangannya sendiri seperti itu, dia sudah bisa dikatakan sebagai psikopat murni.

“Aku akan membuat makanan untuk mereka lebih banyak saja―agar tidak mubazir!”

Seperti itulah, dia memasukkan bahan makanan ke dalam panci besar secara acak dan dengan tidak masuk akal.

Nasi, roti, ikan asin serta makanan-makanan ringan yang terlihat sudah lewat masa kadaluarsanya dia masukkan ke dalam panci berisi air begitu saja.

Kemudian, Pria Gumpal itu mengaduknya dengan centong besar seraya berjoget bahagia seolah dia tidak memiliki masalah hidup apapun.

Dia memakai dua sarung tangan anti panas berwarna pink bertelinga kelinci yang sangat imut, lalu membawa panci besar berisi makanan aneh ke Ruang Bawah tanah Apartemen Mewah-nya.

“Huft ... Untung tubuhku besar dan kuat!”

Dia berkata tubuhnya besar tetapi yang sebenarnya, perawakannya seperti boar gemuk.

Menuruni anak tangga, dia dengan mudahnya membawa panci besar bersisi makanan aneh itu.

Sebuah Ruang Bawah Tanah dengan koridor panjang yang terdapat deretan sel jeruji besi di sisi kanan-kirinya, seperti sebuah penjara biasa. Namun, tidak ada satu pun penjahat di dalamnya.

Hanya ada beberapa sel kosong yang bertuliskan: Sold Out!

“Siapa saja yang harus aku beri makan minggu ini?” gumamnya, seperti orang yang melupakan sesuatu, “Ah!? Hanya tersisa kalian saja, ya ...”

Di ujung koridor penjara itu terdapat satu sel jeruji besi dengan plang besi bertuliskan: Quick Sell: Diskon 20%!!! Yang tampak sangat kotor serta tidak terawat.

Pria Gumpal itu membawa panci besar ditangannya, lalu menyimpannya di hadapan sel jeruji besi tersebut untuk beristirahat sejenak.

“Huft ... ini sangat berat, ternyata, sialan!!” gerutunya sambil menopangkan kedua tangannya di pinggang.

Tanpa membawa mangkuk atau sendok apapun, diamasukkan panci besar tersebut ke dalam sel jeruji besi.

“Waktunya makan, Nak!!” kata Pria Gumpal itu, sambil mengetuk-ngetuk panci besar dengan centongnya, “Habiskan makanan ini!”

Dia berkata tentang makanan tetapi di dalam panci besar tersebut sama sekali tidak layak untuk disebut sebagai dengan: ‘makanan’.

Namun, beberapa anak tetap keluar dari gelapnya sudut sel jeruji besi selagi si Pria Gumpal keluar sel dan menguncinya kembali.

Mereka semua yang berada di dalam sel jeruji besi seperti belum makan beberapa bulan. Tubuh kurus dengan hanya kulit dan tulang itu adalah buktinya.

Di hadapan si Pria Gumpal, akan-anak serta gadis-gadis itu perlahan mendekati panci besar dengan ekspresi berbinar.

“Aku lupa kalian ini anak-anak yang baru kudapat ...” gerutu si Pria Gumpal, melihat ke sekitar koridor penjara dan semua plang di sel jeruji besi di koridor tersebut sudah bertuliskan: Sold Out. “Aku tidak menyangka stok jualanku akan habis secepat ini.”

Pria Gumpal itu mengeluarkan nampan bento plastik dari kabinet di sudut koridor dan memasukkannya ke microwave di atas kabinet tersebut.

Kemudian, dia menyiapkan meja dan kursi kecil di hadapan sel jeruji besi. Dan dia duduk menghadap sel dan memakan sebuah bento hangat di hadapan anak-anak malang di dalam sel tersebut.

“Apa? Kamu mau tamago ini?!” Dia melepaskan sarung tangan anti panas bermotif imut yang dikenakannya, sambil menaikkan alis, menggoda mereka, ”Menarilah di sana―aku akan memberimu satu gigit!”

Tidak ada yang mau menari dengan mengenakan pakaian menakjubkan nan tipis seperti itu. Bagaimanapun, perempuan-perempuan di dalam sel jeruji besi itu adalah orang-orang normal walau menyedihkan.

“Ya ... Sudahlah kalau tidak mau mah?”

Di tempat itu, anak-anak dari berbagai penjuru Negara dan Kerajaan beserta gadis-gadis sangat kurus pun adalah milik si Pria Gumpal.

“Pus-pus-pus ....” Pria Gumpal itu mengerucutkan bibirnya seraya mendekat ke hadapan jeruji besi. “Sini pus manis-ku ....”

Pria Gumpal itu memberikan satu tamago dengan sumpit dan memperlakukan salah satu dari mereka seperti hewan peliharaannya.

”Beri Onee San-mu tamago ini―jangan sampai dia mati sebelum aku bermain dengannya,” ujarnya pada satu anak perempuan tak jauh dari jeruji besi, “Hehehe ~ ”

Gadis perempuan yang dimaksudnya itu ditatap diam oleh anak-anak lainnya seolah mereka berkata, “Cepat ambil itu!” padanya.

Gadis itu pun dengan enggan mengambil satu gulungan telur di sumpit yang disodorkan dari luar sel jeruji besi.

Pria Gumpal itu menyeringai seraya terkikik menjijikkan saat tamago di sumpitnya diambil, sampai-sampai membuat semua anak-anak di dalam sel menggigil ketakutan.

Gadis itu langsung berlari ke sudut sel, dan berkata, “Kak ...”

Lalu terlihat olehnya seorang Onee San Cantik mengenakan pakaian putih tipis nan menakjubkan sedang dipasung di dalam dinding sel tersebut.

Dia menjawab adiknya yang sangat ketakutan, “Ya ...?”

“Makanlah, tamago ini,” ujarnya walaupun gadis itu menelan ludah saat melihat tamago di tangannya.

Dia memakan gulungan telur kuning di tangan adiknya, lalu mengangguk ringan. “Jangan bantah pria itu, oke, Dik?”

Kakak perempuan si gadis itu tahu bahwa Pria Gumpal di luar sel sangat membenci bantahan seseorang, sebab membantahnya-lah dia dipasung di sudut sel seperti itu.

Gadis itu mengangguk dan kembali memasuki kerumunan anak-anak yang mengitari panci besar. Dan setelah memakan satu suapan cairan sop aneh di dalam panci dengan tangannya, dia meraup cairan tersebut dan membawanya ke si Onee San.

“Kak ... ini ....”

“Makanlah, Dik ... Kakak sudah kenyang.”

Gadis itu tampak ragu karena dia pun masih lapar, tetapi dia dengan tegas menggelengkan kepalanya.

“Tidak, Kak, ini-aku ...” ucap adiknya, berbohong dengan lirih, “Disuruh pria itu.”

Tanpa bertanya lebih jauh lagi, kakak perempuan si gadis memakan cairan aneh yang ditampungnya dengan kedua tangan kecil adiknya.

Pria Gumpal itu bangkit sambil melemparkan sisa makanan di bento plastik ke dalam sel.

”Ya ~” ucapnya dengan suara parau, “Tunggu dengan si manis di sana ~ Setelah aku menyelesaikan Game Galge sialan itu―”

Ada sebuah suara bell di setiap sudut koridor penjara yang mengganggu perkataannya. Suara bell tersebut disertai alarm lampu darurat berwarna kuning yang terus berkelap-kelip.

Seluruh koridor sel jeruji besi Ruang Bawah Tanah itu menjadi warna kuning dengan kelap-kelip khasnya sebuah lampu darurat.

Mengabaikan anak-anak di dalam sel jeruji besi yang sedang memperebutkan sisa makanan, dia mengerutkan keningnya.

“Ada pembeli?! Sial. Aku cuma punya lima budak ini saja sekarang!”***

Komentar