#REHHAT [1] - [3] Tujuh Pahlawan Nasional (3/3)
"Hahaha! Orang Tua Bau ...!! Keluarkan seluruh kemampuanmu, NPC Sialan!!!”
Mereka semua mengeroyokku, tetapi si Asssassin Heroes
ini malah bangga meneriakkan umpatan seperti itu.
“Diamlah, Sol ....” Bahkan Spear-Man Heroes terlihat
agak malu dengan tingkahnya. Dia mundur dan berdiri di hadapan pintu keluar. “Atau
Tombak Hitam-ku yang akan menusuk tenggorokanmu!”
Sial. Pahlawan Tombak itu tahu apa yang sedang kurencanakan!?
“Hohoho? Kau mau membuat masalah internal di Pahlawan
Nasional ini, No?” tanya Assassin Heroes kepada Spear-Man Heroes.
“Sudah cukup, kalian berdua!” bentak Pahlawan Nasional
Utama, “Kita harus tetap fokus! Ada yang tidak beres dengan Iblis ini ....”
“Tidak perlu seserius itu, Mat,” ujar si Assassin
Heroes. “Ini bukan ‘Raid’. Toh, kita hanya melawan satu NPC―ingat bahwa kita
adalah: Pahlawan Nasional! Tembak Orang Tua Busuk ini, Sniper, Archer Heroes
...!!!”
Dua Pahlawan di belakangku bersiap untuk menembak.
“Walau aku tidak suka denganmu, Sol, tapi―Berhati-hatilah!”
Sebuah Lingkaran Energi tiba-tiba muncul cukup jauh di
atasku. Dan dilanjutkan dengan ribuan Anak Panah berwarna silver bermunculan di
permukaan bawahnya―mengarah tepat ke arahku.
Parahnya lagi, Assassin Heroes di hadapanku ini sama
sekali tidak memberiku celah sedikit pun untuk melarikan diri.
“Kenapa? Kau mau kabur, Orang Tua?” Assassin Heroes menyeringai
tajam padaku seraya terus menyerang-mundur. “Tenang saja, saat kau mati di
sini, aku akan merawat wanitamu dengan baik ....”
Saat kami berdua beradu serangan, kedua mata hitam
Assassin Heroes semakin gelap dengan disertai senyum yang sangat menjijikkan
pada wajahnya. Aku sangat ingin membunuh Assassin Menjijikkan ini, namun,
Energi Iblis di inti terdalam diriku sudah mulai menipis.
Aku pun terus dipojokkan oleh Pahlawan – Pahlawan dan terdorong
sampai ke tengah-tengah radius Lingkaran Energi di atasku.
“Semuanya―MUNDUR ...!!!” teriak Archer Heroes yang
jaraknya lumayan jauh dari kami. Dia menarik tali Busur Hitam, dengan Anak
Panah Emas-nya tertuju ke tengah-tengah Lingkaran Energi di atasku.
Healer Heroes menjerit panik, ”Mamat! Kenapa kamu
tidak mundur?!”
“Aku dan si Sol akan menahannya agar tidak bisa melarikan
diri! Kalian mundur dan beri kami Buff!” tegasnya, masih terus menerjangku.
Mata dan seluruh indra di tubuhku ini sama sekali
tidak menghiraukan apapun selain siluet si Assassin Heroes yang akan mulai menghilang
kembali.
Setidaknya aku harus membunuh orang ini―di sini―saat
ini juga, demikian pikirku. Aku menitikberatkan semua Energi Biru serta Energi
Iblis-ku ke tangan kanan untuk menjadikannya sebuah belati tajam.
Aku menerjang hujan anak panah silver di atasku, serta
beberapa tembakkan Sniper Heroes yang sangat jauh dariku.
Mataku hanya terus tertuju pada siluet hitam Assassin
Heroes.
“Matilah, wahai Pahlawan!”
“Apa?!”
Wajah Assassin Heroes di hadapanku ini sangat terkejut
saat tiba-tiba melihatku berada di hadapannya, tetapi dia langsung menyipitkan
matanya seraya melirik seseorang di belakangku.
Aku tidak peduli dengan apa yang direncanakannya, dan
hanya menguatkan lenganku yang terjulur ke samping lalu menusukkannya ke depan
dengan sangat cepat.
“SOL ...!!!”
Namun, aku malah menusukkan Tangan Kanan-ku ke entah
siapa di hadapanku ini. Dan aku tidak tahu kenapa dan siapa yang menjerit
dengan sangat marah ke Pahlawan Pengintai―yang tiba-tiba menghilang dari
hadapanku.
“Di mana,” tanyaku pada diriku sendiri, “Di mana dia?”
“Ahhh ...!?” lirih Vanguard Heroes dengan suara parau.
Dia yang tiba-tiba berada di hadapanku pun tampak terkejut saat Tangan Kanan-ku
menembus tubuhnya. “Kenapa ... Zirah Artefak miliku ... bisa ... tembus dengan–“
Aku mencabut tanganku begitu saja, dan langsung
menyebarkan Energi Iblis ke seluruh tubuhku kembali. Pahlawan – Pahlawan
Nasional di sekitarku tertegun dan mulai panik saat melihat tubuh iblisku
berlumuran darah.
“Di-dia?!! Kenapa, KK-kenapa Sol melakukan itu!?”
“Ke mana dia? Sudah kubilang, aku akan menusuk
lehernya jika berani gegabah seperti ini.”
“Cepat cari dia ...!!”
“Aku tidak menemukannya–bahkan dengan goggles-ku!”
“Tidak, tidak, tidak, MAMAT ....!!!”
Aku pun mencari ke mana siluet si Assasssin Heroes itu
pergi. Namun karena masih ada hujan anak panah, aku tidak bisa gegabah untuk
memindahkan Energi Biru ke salah satu mataku.
“NPC ini yang membunuh Pahlawan Nasional Utama!” ungkap
Pahlawan Pedang, mengambil alih kepemimpinan si Vanguard Heroes yang telah gugur,
“Lenyapkan ia dulu―lalu kita akan mencari si sialan Sol!”
Tubuh Pahlawan Nasional Utama yang terkulai di
hadapanku langsung berubah menjadi partikel-partikel poligon berwarna metal,
dan ia semua lenyap begitu saja di udara.
Para Pahlawan Wanita di sekitar Saber Heroes sama
sekali tidak mendengar perintahnya.
Mereka menjerit lalu menebas dan menembakku dengan
membabi buta. Bahkan, Pahlawan Penyembuh pun sepertinya akan menyerangku dengan sebuah kutukan yang sangat
kuat.
“Queti, tunggu!” Saber Heroes seperti ingin
mengingatkannya. “Kalau kamu menggunakan Kutukan Kuat seperti itu, kita tidak
akan bisa menggunakan jiwanya untuk―”
Saat Pahlawan Penyembuh menggunakan Kutukan
Tertinggi-nya, bahkah ia bisa lebih kuat dari Kutukan Crusmanser pada umumnya.
Terbukti dari tubuh iblisku ini yang sama sekali tidak bisa digerakkan
sedikitpun.
Energi Silver Hitam terus mengitariku, dengan Healer
Heroes bernama: Queti, berada tak jauh dariku sedang menjulurkan tangannya dan melafalkan
sebuah mantra.
Ugh. Jika seperti ini terus, aku―
Namun tanpa menunggu lama, jantungku ditusuk oleh Tombak
Spear-Man Heroes yang tiba-tiba berada di belakangku.
“Toru! Tebas kepalanya sekarang!!”
Dan melihat luka ditubuhku terus menerus sembuh dengan
sendirinya, Saber Heroes menguatkan rahang serta genggaman Pedang Emas-nya. Lalu
dengan sangat enggan dia menghadapku dan menebas leherku sampai-sampai kepalaku
terpental ke atas langit.
“Matilah,” seru dua Pahlawan Nasional itu dengan
serempak, “Iblis Jahat!”
Saat kepalaku melayang di atas langit, aku melihat di
tengah-tengah terangnya cahaya bulan terdapat sosok wanita yang melayang. Di
belakangNya terlihat jelas olehku sebuah robekan ruang―ia seperti membelah
bulan menjadi dua.
Zirah Emas Valkylrie yang dipakai Wanita Cantik itu
membuat kedua sudut bibirku naik.
Akhirnya, wanitaku bisa berhasil mencapai ranah para Dewi.
“POPE ...!!!”
Wanita Cantik layaknya seorang Dewi dengan empat sayap
putih di kanan-kirinya melesat cepat ke arahku, lalu Dia langsung memeluk
kepalaku dengan erat.
“Kh .. au ...” ucapku, dengan darah hitam terus mengalir
keluar dari bagian bawah kepala dan mulutku, “akhirnya berhasil, kah?”
Healer Heroes telah berhasil menggunakan Kutukan
Tertinggi-nya pada jiwaku. Darah hitam yang terus mengalir keluar dari kulitku ini
adalah buktinya. Kepalaku yang terputus dari tubuh utamanya ini langsung
menjadi sangat terkutuk. Mulutku pun terkunci oleh Kutukan ini.
“Ti-tidak, tidak, tidak-tidak-tidak!” gumamNya dengan
sangat panik saat menyadari bahwa ada sebuah kutukan di dalam jiwaku, “Kamu
tidak boleh mati dulu! Aku sudah, aku, AA-Aku ....”
Dia tidak menghiraukan Energi Kutukan Tertinggi di
kepalaku yang mulai merambat ke Zirah Emas ValkyrieNya.
“AA-Aku, Pope ... Aku!!!” kata Dewi Cantik ini dengan terbata-bata, seperti
sangat kebingungan dan mulai panik.
Dia tahu bahwa Zirah Emas yang dipakaiNya sudah
terkena kutukan, namun, tetap saja Dia memeluk erat kepalaku dan mulai
menangis.
Pasti corak emas di atas putih Zirah ValkyrieNya perlahan
akan berubah menjadi corak hitam, karena terkena kutukan.
Aku sudah tidak bisa mengucapkan apa-apa lagi―dan lebih
parahnya lagi―aku sangat khawatir jika Dewi-ku ini sampai-sampai tercemari oleh
Kutukan Kuat si Healer Heroes.
Namun seperti yang telah kurencanakan, tubuh tanpa
kepala-ku yang berada di puncak Tower Energi tiba-tiba menyala biru terang.
Dia melebarkan mata putih anggunNya saat melihat nyala
terang yang membutakan mata Pahlawan – Pahlawan Nasional di puncak Tower Energi.
“Tidak ...!!!” pekikNya, menjulurkan tangan ke arah Tubuh
Utama-ku.
Dengan menyertai suara frustrasi seorang Dewi, sebuah
ledakkan pada tubuh tanpa kepala-ku mulai menyebar dan ledakannya langsung
melahap semua Pahlawan Nasional di puncak Tower Energi.
Dan ledakan tersebut pun langsung merambat ke bawah
Tower.
Aku tidak bisa lagi melihat runtuhnya Tower Energi
karena kedua mataku mulai tertutupi darah hitam, tetapi suara ledakan serta
runtuhnya Bangunan Tower masih terdengar olehku.
Dewi yang memeluk kepalaku terus menjerit disertai
tangisan menyedihkan saat melihat tubuh utama-ku meledak dan meluluh-lantahkan
seluruh struktur Tower Energi.
Lalu kemudian, Air Mata Dewi menetes ke atas kepalaku dan
ia perlahan memurnikan jiwaku. Darahku perlahan kembali berubah menjadi merah
dan aku pun perlahan bisa membuka mulutku.
Bisa berucap kembali, “Berbahagialah ... wahai adindaku: Angeli―” tetapi aku tak tahu lagi apa yang terjadi selanjutnya.
Mungkin karena hangatnya pelukan seorang Dewi, aku
tidak akan pernah tahu bahwa keputusanku untuk mengorbankan diriku seperti ini adalah
kesalahan yang sangat fatal untuk-Nya.***
Komentar
Posting Komentar